Tuesday, 27 August 2013

Percy Jackson : Sea of Monster (3D)



Percy Jackson : Sea of Monster (3D)
--------------------------------------------

Cara mudah untuk mendapatkan banyak penonton adalah membuat sebuah film yang diadaptasi dari cerita novel. Penonton akan tertarik karena sudah mengenal cerita, tokoh dan konfliknya sehingga akan  mendatangi gedung bioskop untuk menyaksikannya. Hal yang sama juga terjadi pada film ini yang merupakan seri kedua dari serial pentalogi novel Percy Jackson and The Olympians karya Richard Russel Riordan Jr. dengan nama popularnya yaitu Rick Riordan. Seri pertama berjudul The Lighting Thief, seri kedua berjudul The Sea of Monsters, seri ketiga berjudul The Titan’s Curse dan seri keempat berjudul The Battle of Labyrinth serta seri kelima berjudul The Last Olympian.

The Lighting Thief sudah difilmkan pada tahun 2010 dengan pemain yang sebagian masih sama dalam film kedua ini. Yang berbeda adalah pemeran Chiron yang sebelumnya adalah Pierce Brosnan digantikan oleh Anthony Head. Demikian juga sang sutradara yang sebelumnya adalah Chris Columbus digantikan oleh Thor Freudenthal.

Kisah dimulai tentang sejarah pelindung kamp yang berupa pembatas yang melindungi para manusia setengah dewa dari monster. Thalia kecil berkorban menyelamatkan ketiga temannya yaitu Luke, Annabeth dan Grover dari serangan raksasa Cyclops. Thalia berubah menjadi pohon yang melindungi kamp.

Beberapa tahun kemudian pohon tersebut di racun oleh Luke sehingga pelindungnya menjadi lemah sehingga monster banteng bisa masuk ke dalam kamp. Untunglah monster banteng tersebut dapat dihancurkan oleh Percy (Logan Lerman). Untuk mengobati pohon pelindung tersebut maka dicarilah kain bulu domba yang dipercaya dapat menyembuhkan segala penyakit dan bahkan bisa membangkitkan orang yang sudah mati.

Clarisse (Leven Rambin) merupakan pesaing Percy dalam segala hal ditunjuk untuk mencari kain bulu domba di segitiga Bermuda. Percy yang merasa sedikit kecewa akhirnya memutuskan untuk berangkat sendiri ditemani oleh Grover (Brandon T Jackson) dan Annabeth (Alexandra Daddario) serta Tyson (Douglas Smith) yang merupakan saudara tirinya hasil perkawinan Poisedon dengan Nymph.

Trio sopir taxi buta memberikan petunjuk angka-angka untuk menemukan lokasi segitiga Bermuda. Pada saat tiba ditengah kota, Grover diculik oleh kelompok Luke. Rupa-rupanya Luke sengaja menggiring Percy menuju segitiga Bermuda. Setibanya di lautan segitiga Bermuda maka kapal karet Percy disedot oleh monster laut. Didalam perut monster itu Percy bertemu dengan Clarisse dan kapalnya yang memiliki kru zombie. Merekapun bekerja sama untuk dapat keluar dari perut monster.

Akhirnya mereka menemukan sebuah pulau yang dihuni oleh Polyphemus yang merupakan raksasa cyclop. Disana mereka juga bertemu dengan Grover yang menyamar sebagai cyclop wanita tukang masak. Percy dkk berhasil mengambil kain bulu domba dari tangan Polyphemus. Sayangnya luke berhasil memperdaya mereka dan bahkan membunuh Tyson.

Rencana Luke terkuak, dia menginginkan kain bulu domba untuk membangkitkan Kronos yang tak lain adalah ayah Poseidon alias kakek Percy. Sifat jahat Kronos yang menghancurkan manusia dan para dewa itulah yang menyebabkan dia dibunuh oleh anak-anaknya sendiri. Kronos berhasil bangkit maka Percy dkk tak tinggal diam dan berhasil mengalahkannya. Tyson muncul kembali karena lukanya disembuhkan oleh air yang merupakan anak Poseidon (dewa air). Disaat yang tak terduga Annabeth dibunuh oleh monster kera dengan ekornya yang tajam. Untunglah kain bulu domba dapat membangkitkannya kembali.

Akhirnya kain bulu domba dibawa ke kamp manusia setengah dewa dan digunakan untuk menyembuhkan pohon pelindung. Pohon pelindung menjadi sembuh dan tak disangka Thalia juga ikut bangkit dan berbentuk orang dewasa.

Permainan para pemainnya biasa-biasa saja. Dari sisi alur cerita juga biasa-biasa saja mengalir secara datar. Tampilan 3 Dimensinya cukup lumayan walau cenderung agak gelap. Special efeknya biasa saja. Adegan perkelahian dan pertarungannya biasa saja.

Kelemahan dari film ini adalah monster laut yang ditampilkan hanya sebentar dan kurang greget serta tidak secara utuh diperlihatkan padahal judul yang dipakai adalah lautan monster. Tema sentralnya sendiri tidak tertuju pada lautan monster melainkan cenderung pada sosok kain bulu domba. Seharusnya judulnya diganti. Nikmati saja film ini sebagai hiburan dengan makan popcorn dan minuman ringan.

 

Friday, 16 August 2013

The Call




The Call
------------

Di Indonesia bila seseorang membutuhkan pertolongan polisi maka tidak ada saluran telepon khusus yang secara terpadu menanganinya. Yang ada hanya fasilitas yang menghubungkan ke kantor polisi terdekat yaitu nomor telpon 112. Yang menerimapun umumnya petugas polisi yang sedang piket jaga. Berbeda halnya di Amerika, nomor telpon 911 adalah merupakan layanan terpadu yang ditangani oleh bagian khusus di kepolisian yang mempunyai data base lengkap dari penduduk, mengetahui lokasi penelpon sekaligus alamatnya, peta online, bisa menghubungi patroli polisi secara langsung atau rumah sakit dll. Jadi jangan kaget bila di depan personil call center terdapat enam layar monitor sekaligus.

Jordan (Halle Berry) bekerja sebagai petugas call center di kepolisian yang menangani panggilan darurat 911. Suatu hari menangani telpon dari seorang remaja putri Leah yang melaporkan ada seseorang yang masuk ke rumahnya. Jordan membantu dan membimbing Leah untuk melakukan hal-hal yang disuruhnya yaitu membuka jendela dan melemparkan sandal diluar agar dikira Leah sudah kabur padahal masih sembunyi dibawah ranjang. Hal itu sempat mengecoh orang tersebut dan hendak mengejar Leah keluar rumah. Sayangnya sambungan telpon Leah terputus dan Jordan menelpon balik ke Leah. Tentu saja hal ini merupakan sebuah kesalahan dari Jordan karena orang tersebut mendengar suara dering telpon Leah dan tertangkaplah.

Selanjutnya di televisi dikabarkan penemuan mayat Leah. Jordan merasa bersalah dan mengalami trauma akan kesalahannya itu padahal seharusnya Leah sudah selamat bila tidak ditelpon balik. Terpukul atas peristiwa itu akhirnya Jordan berpindah haluan menjadi seorang guru atau instruktur bagi pegawai baru call center. Suatu saat salah seorang call center menerima panggilan darurat 911 dari Casey (Abigail Breslin) dan tidak bisa menanganinya dengan baik. Mau tak mau Jordan yang kebetulan berada didekatnya ganti menanganinya dan memberikan arahan kepada Casey.

Casey diculik oleh seorang laki-laki yang belakangan diketahui bernama Michael (Michael Eklund) dari tempat parkir sebuah mall. Casey disembunyikan didalam bagasi mobil dan dibawa menuju suatu tempat. Dari dalam bagasi inilah Casey menelpon 911. Jordan yang masih mengalami trauma berusaha tidak melakukan kesalahan lagi dan membantu Casey untuk melakukan hal-hal yaitu membuka lampu belakang mobil, mengeluarkan tangannya dari lubang dan menumpahkan cat dijalan. Sayangnya hal tersebut tidak berhasil dengan baik ditambah lagi telpon yang digunakan merupakan prabayar sehingga tidak bisa terdeteksi lokasinya.

Beberapa orang curiga dan berusaha menyelamatkannya yaitu Alan yang mengemudikan mobil hitam namun justru dibunuh oleh Michael. Demikian juga penjaga pom bensin yang justru dibakar oleh Michael. Dan akhirnya Caseypun ketahuan kalau mempunyai telpon dan Michaelpun menggertak Jordan. Jordan jadi ingat peristiwa enam bulan lalu dengan kasus Leah dimana suara dan kalimat yang diucapkan Michael sama persis. Jordan yakin Michael adalah orang yang sama yang menculik dan membunuh Leah.

Polisi berhasil menemukan rumah Michael yang dihuni oleh istri dan anaknya namun Michael sendiri tidak ada disana. Polisi menuju ke daerah bukit Santa Clarita berdasarkan info istrinya dan melakukan penggerebekan ke pondok milik Michael namun hasilnya nihil. Rupa-rupanya Casey disekap diruang bawah tanah yang lokasinya dekat dengan rumah pondok Michael.

Jordan penasaran karena polisi belum menemukan Casey. Mengingat Michael pada akhirnya pasti akan membunuhnya maka Jordan memutuskan untuk mencarinya sendiri ke bukit Santa Clarita. Akhirnya Jordan berhasil menemukan tempat penyekapan Casey. Terjadi perkelahian antara Jordan dan Michael. Jordan dan Casey berhasil kabur dari ruang bawah tanah. Tidak seperti film-film thriller kebanyakan, kalau tidak sang penjahat yang mati maka ditangkap polisi. Namun kali ini di akhir film sang penjahat diikat dan disekap diruang bawah tanah sebagai bentuk balas dendam.

Film ini cukup sederhana dalam alur ceritanya namun dibuat dengan cara yang mumpuni. Ketegangan dibangun bukan berdasarkan keseraman seorang penculik atau kehororan seseorang dalam melakukan terror melainkan berdasarkan dialog lewat telpon. Penonton merasa ikut terbawa dalam ketakutan dan kegemasan lewat dialog tersebut. Penampilan Halle Berry cukup baik dalam memerankan seorang petugas call center dan mengalami trauma. Penampilan Abigail Breslin juga bagus dalam memerankan seorang korban penculikan. Ekspresi ketakutan dan kesedihan serta perjuangannya untuk lolos dapat terlihat dengan alami.

Kekurangan dari film ini adalah sosok Jordan yang merupakan polisi juga tetapi tidak bisa berkelahi, seharusnya ditampilkan adegan perkelahian yang cukup seru walaupun akhirnya harus kalah sesuai skenarionya. Polisi menggeledah pondok Michael tidak teliti, seharusnya melakukan pengecekan di sekitar pondok Michael juga sehingga akan menemukan ruang bawah tanah, a[algi ada telpon yang rusak berserakan di atas tanah.

Sunday, 4 August 2013

Killing Session



Killing Session
--------------------

Yang namanya perang pasti akan menimbulkan dendam dan kebencian dari masing-masing pihak. Sifatnya sudah absurd. Mana yang benar dan mana yang salah bagai dua belah sisi uang koin. Bukan sisi gambar menunjukkan yang benar dan sisi angka menunjukkan yang salah melainkan siapa yang melempar uang koin tersebut. Dialah yang menunjukkan siapa yang benar dan siapa yang salah.

Emil (John Travolta) seorang warga Serbia merasakan dendam karena keluarganya dibunuh oleh tentara Bosnia. Untuk itu dia bergabung dengan tentara Serbia dan masuk dalam kelompok Scorpion. Kelompok tersebut berhasil menginvasi dan membantai warga Bosnia. Untuk itu pasukan Amerika dikirim ke Bosnia untuk melawan kelompok Scorpion dan sekaligus membuatnya menyerah. Dalam posisi berlutut Emil ditembak oleh Benjamin (Robert De Niro).

Selang beberapa tahun kemudian Emil ternyata tidak mati dan mencari keberadaan Benjamin untuk membalas dendam dan bahkan menyusulnya ke Amerika. Benjamin sendiri sudah pensiun dan mengasingkan diri di sebuah pondok di hutan. Dia merasa bersalah karena telah membunuh orang saat perang dan tidak sesuai dengan hati nuraninya.

Emil pura-pura akan berburu rusa dan berkenalan dengan Benjamin. Sempat mengobrol dan minum bersama di dalam pondok. Saat berburu bersama ternyata Emil mengarahkan panahnya ke Benjamin. Barulah tersadar kalau jiwanya terancam sehingga terjadilah perburuan oleh Emil. Dia berhasil menangkap Benjamin dan melakukan sedikit penyiksaan.

Namun Benjamin berhasil lolos dan bahkan menangkap balik Emil serta melakukan sedikit penyiksaan sebagai balas dendamnya. Tak disangka Emil bisa lolos dan tentu saja menyerang balik Benjamin. Pada akhirnya Benjamin berhasil mengalahkan Emil dan mengikat kaki dan tangannya. Suatu keadaan yang sama persis beberapa tahun yang lalu di Bosnia. Benjamin menodongkan senjatanya kepada Emil yang sedang berlutut. Untunglah hasil akhirnya happy ending. Benjamin tidak jadi menembak Emil dan keduanya berdamai.

Film ini dibintangi oleh aktor-aktor berkelas tetapi sayangnya sang sutradara kurang mengeksplor kemampuan mereka. Jadinya penampilan mereka hanya standard saja tidak begitu istimewa. Hal ini kemungkinan juga disebabkan oleh lemahnya alur cerita yang ada padahal potensinya bisa digarap lebih kompleks dan lebih menarik.

Kelemahan dari film ini adalah mengapa Emil bisa hidup lagi padahal sudah ditembak pada kepalanya dari jarak dekat. Juga umumnya tentara Amerika akan memastikan kematiannya lebih dulu atau menguburkan jasadnya. Lalu benda runcing apakah yang diambil Benjamin dari dalam luka pahanya? Tulang atau besi pen tapi yang jelas tidak masuk akal. Berikutnya, dengan mudahnya mereka bisa berdamai padahal emosi dan dendam yang tinggi sudah berkobar-kobar sejak awal. Rasanya terlalu gampang bisa berdamai.

Selama 30 menit pertama merupakan percakapan yang cukup membosankan dan belum ada aksi perkelahian sama sekali. Aksinya dan pertarungannya tampak biasa-biasa saja, lebih cocok sebagai film lepas di televisi, bukan di bioskop.