Thursday, 26 April 2012

Angkara Murka (3D)



Angkara Murka (3D)
----------------------------

Film ini merupakan film Indonesia dengan tata visual 3D (3 Dimensi) yang pertama kalinya dalam sejarah perfilman nasional. Dibintangi oleh pemain campuran yaitu lokal dan asing dengan menggunakan bahasa Inggris dalam dialognya walaupun sesekali ada celetukan-celetukan dalam bahasa Indonesia. Michael Pare berperan sebagai Jack, Janna Fassaert berperan sebagai Skylar, Monica sayangbati berperan sebagai Tamal. Disutradarai oleh Brian Yuzna yang lahir di Philipina dan sekarang tinggal di Amerika. Film ini diedarkan secara International dengan judul Amphibious 3D.

Film bercerita tentang wanita bernama Skylar yang menyewa kapal milik Jack yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai seorang penyelundup. Jack berhubungan dengan orang yang tinggal di jermal dan sekaligus mempekerjakan anak-anak dibawah umur. Jermal adalah tempat penangkapan dan pengolahan ikan di tengah lautan yang jauh dari daratan. Tamal dan Aris merupakan dua bersaudara yang sengaja dijual oleh sang kakek pada boss jermal. Konflik pun terjadi didalam jermal.

Ide cerita yang dibuat serba tanggung apakah mengangkat tema science atau tema mistik, semuanya tidak mencapai puncak. Tema science ditampilkan dengan dialog adanya tsunami, makhluk purba dan jabatan profesor. Sedangkan tema mistik digambarkan dengan adanya kalung, dukun dan mantera-mantera. Namun mau dibawa kemana arahnya karena keduanya tidak jelas.

Akting Skylar kurang maksimal dan tidak ditampilkan adanya penelitian atau laboratorium atau sesuatu yang menunjukkan keahliannya sebagai profesor. Semua adegan lebih cenderung skylar sebagai seorang turis yang sedang jalan-jalan. Akting Jack biasa saja dan tidak menunjukkan hal yang bagus. Akting Tamal juga biasa dan cenderung kaku.

Entahlah mengapa judul internationalnya menjadi Amphibious padahal kalau diterjemahkan menjadi bersifat ampibi yaitu bisa didarat dan bisa dilaut. Padahal sang monster pergi ke darat hanya ke jermal saja bukan ke pantai atau tempat darat lainnya. Sebaiknya memakai judul giant scorpion yang berarti kalajengking raksasa karena memang bentuk monsternya adalah kalajengking.

Kekurangan dalam film ini yaitu gambar agak buram dalam arti tidak jelas dan tidak fokus. Seperti kita melihat koleksi foto tahun 70’ an saat ini maka akan terlihat kusam dan kekuning-kuningan. Unsur 3 dimensi juga seolah-olah digarap dengan teknologi lama bukan teknologi baru. Tidak ada teknik atau adegan yang menggoda mata dengan ke 3 dimensiannya. Jadi kalaupun menonton film ini tidak dengan 3D maka tidak ada pengaruhnya karena tidak memiliki kelebihan-kelebihan khusus.

Saat adegan kematian Aris di depan Tamal maka terlihat Aris masih bernafas dengan tanda perutnya naik dan turun. Seharusnya kan tahan napas dulu beberapa saat. Kekurangan lainnya yaitu ketika adegan kapak dilempar ke dalam ruangan namun pada adegan berikutnya kapak sudah berada diluar. Api yang membakar lantai kayu secara melingkar pada sekeliling monster ternyata di akhir film lantai tersebut tidak terbakar. Moster yang semula digambarkan dengan ganas menyerang orang-orang di jermal ternyata pada sesi terakhir monster diam saja tidak melawan seolah-olah patung saja. Dan dengan gampangnya sang monster mati. Padahal capit dan ekor adalah senjata yang mematikan. Pada saat kapal terlepas ikatannya di jermal dan menjauh ke laut, bagaimana skylar bisa kembali ke daratan tanpa kapal tsb.

Masih banyak kekurangan dalam film ini namun setidaknya unsur 3D merupakan hal baru di perfilman nasional.

No comments:

Post a Comment