Thursday, 26 January 2012

Paranormal Activity 3


Paranormal Activity 3

Film jelek yang tidak perlu di tonton. Tidak ada manfaatnya, tidak ada horor yang berarti dan tidak ada nilai positif yang didapat serta lebih jelek dari film horror made in Indonesia.

Adegan horor yang ada di film ini misalnya ada suara orang berjalan, lampu nyala dan mati sendiri, kain yang berdiri sendiri, meja kursi peralatan lain berjatuhan dan orang yg dicakar, serta pintu yang digedor-gedor. Semuanya biasa aja, tidak ada yang istimewa. Tidak ada sosok setan atau hantu yang ditampilkan. Bahkan film horror Indonesia lebih seram dan berdarah-darah.

Kalau ingin menceritakan hantu maka seharusnya fokus pada hantu dan tidak dicampur dengan sihir. Karena nanti akan rancu, apakah ini cerita tentang hantu yang sifatnya non duniawi (abstrak) atau sihir yang sifatnya duniawi. Karena di akhir film terkuak bahwa semuanya ini adalah pemujaan kelompok tertentu termasuk neneknya. Dan sang nenek melakukan sihir kepada Dennis sehingga tulang-tulangnya patah.

Kalaupun semuanya ini hasil dari pemujaan sihir, mengapa terjadinya gangguan hantu di rumah lain yang jauh jaraknya dari rumah neneknya.

Tidak jelas mengapa sang nenek membunuh Dennis yang notabene menantunya dan Julie yg merupakan anaknya sendiri. Lalu apa hubungannya dengan Toby yang dikatakan sebagai hantu ? Semuanya masih tanda tanya sampai film selesai. Bahkan semua penonton tidak tahu bahwa film sudah selesai, kalau tidak lampu theater dinyalakan.

Wednesday, 25 January 2012

Sacrifice



Sacrifice

Saya begitu heran melihat synopsis atau review yang ditulis dalam media massa mengenai film ini sehingga muncul pertanyaan dalam benak saya, apakah mereka sudah menonton film ini ? Film ini menurut saya pribadi termasuk dalam kategori jelek. Tidak ada pertarungan dahsyat, tidak ada visual efek keren dan cerita yang mudah ditebak.

Pada awal film, adegan dan cerita cukup menjanjikan. Namun sayangnya hal tsb hanya terjadi di awal saja, tidak berkelanjutan dan bahkan sampai akhir film pun tidak ada adegan yang menonjol. Semuanya datar-datar saja.

Peran tabib Cheng Ying yang terkadang terlihat pintar tetapi terkadang terlihat bodoh. Sosok pengawal mata satu awalnya terlihat kejam dan bengis ternyata malah bersikap lembut. Karakter raja Tu an gu yang kejam diawal ternyata lembut di akhir cerita. Semua karakter tidak terpatri dengan baik.

Sebagai seorang raja tentunya banyak dikawal oleh penjaga-penjaganya. Namun hal tsb hanya ada di awal film saja setelah itu tidak ada lagi. Entah lupa entah bagaimana hal ini bisa terjadi. Bayangkan, seorang anak kecil biasa bisa bermain dengan raja tanpa ada pengawal bahkan tiduran berdua di padang rumput dengan leluasa. Padahal saat itu masih terjadi perang.

Sosok pengawal mata satu yang pada awalnya berperan sebagai penolong dengan melepas Chen Ying dan bayi Bo er. Namun sayang pada perjalanan filmnya tidak berperan besar. Hanya ditampilkan memanah sang raja, itu saja. Tidak ditampilkan keterlibatannya lebih lanjut dalam membesarkan Bo er untuk membalas dendam.

Diakhir film pun, kemana prajurit-prajurit kerajaan ? Dimana pengawal-pengawal pribadi ? Masak rajanya bertarung tidak ada yang tahu dan tidak ada yang dengar.

Tuesday, 17 January 2012

White Vengeance


White Vengeance

Kalau anda mengira film ini adalah film silat dan action yang menampilkan jurus-jurus kungfu yang keren maka anda salah besar. Film ini adalah sebuah drama, kalau boleh dibilang melo drama yang dikemas dengan peperangan. Tidak hanya sekedar perang melainkan taktik, strategi, cinta dan pengorbanan bercampur menjadi satu. Menontonnya selama dua jam tidak membuat orang bosan dan ngantuk walaupun tidak banyak actionnya.

Sebuah film kolosal dengan banyak pemain dalam peperangan dan pemandangan yang tidak natural sebagai hasil dari spesial efek yang cukup mumpuni. Sayangnya pertarungan jarak dekat tidak digarap maksimal dengan spesial efek jadinya hanya sekedar bak bik buk saja. Makanya penulis diawal tulisan sudah mengatakan bahwa film ini bukan film silat dan bahkan anda akan dibuat terenyuh, mungkin juga menangis di akhir film ini.

Xiang Yu yang dimainkan oleh Feng Shaofeng cukup baik dalam memainkan karakternya mulai dari kepintarannya bertarung sampai menangis. Liu Bang diperankan oleh Leon Lai dengan cemerlang apalagi wajahnya mendukung sebagai innocence face alias lugu. Peran-peran lain juga diperankan sangat baik.

Adu taktik ditampilkan cukup menarik melalui permainan weiji semacam catur china. Namun sayangnya tidak ada hubungannya muntah darahnya Zhang Liang dengan weiji ini karena bukan tenaga dalam atau unsur magic dalam weiji. Demikian juga karakter Fan Zheng yang buta ditampilkan dengan mata yang menutup dan terkadang terbuka dengan bola mata normal. Seharusnya mata ditampilkan dengan menutup terus atau bola mata warna putih seperti orang buta pada umumnya.

Bayangkan bahwa anda sudah merasa menang dengan mengalahkan musuh sampai musuh itu bertekuk lutut dihadapan anda bahkan ditertawakan oleh semua yang hadir. Pasti anda akan merasa puas. Namun hal itu ternyata adalah sebuah strategi. Strategi pengorbanan, kalah di awal dan menang diakhir.

Kelebihan film-film mandarin selalu menyertakan nilai-nilai filsafat yang tinggi yang jarang ada di film-film manapun baik Hollywood maupun Indonesia. Bila anda mendengar bahwa ada seseorang yang dalam waktu satu hari dapat membunuh 200.000 tentara maka anda pasti akan mengacungkan jempol tangan. Selanjutnya bila ada seseorang yang dalam waktu satu hari dapat mengalahkan 200.000 tentara tanpa membunuhnya, apa kesan anda? Mungkin jempol tangan anda tidak cukup untuk diacungkan, perlu jempol kaki untuk menambahnya.

Peribahasa mengatakan diatas langit masih ada langit. Ketika kita merasa pandai atau hebat, jangan lupa masih ada orang lain yang lebih pandai atau hebat dari kita. Xiang Yu merasa lebih hebat dari Liu Bang dan Liu Bang merasa lebih pandai dari Zhang Liang serta Zhang Liang merasa lebih cerdik dari Fan Zheng. Walaupun Fan Zheng kalah dari Zhang Liang tetapi dia punya kartu truf terakhir.

Nilai-nilai lain yang ada dalam film ini adalah win-win solution. Namun apa jadinya bila tidak ada kata sepakat ? Jangan harap yang satu adalah pemenang dan satunya lagi adalah yang kalah. Yang didapat adalah lose-lose solution.

Kisah cinta Xiang Yu dan Yu ji serta ketertarikan liu Bang terhadap Yu Ji tidak digambarkan dengan intens dan kurang digarap sehingga di awal cerita tidak menunjukkan bahwa film ini adalah kisah cinta romantis. Namun diakhir film hal tsb menunjukkan kisah seperti Romeo dan Juliet, dengan kata lain lebih baik mati dari pada kawin dengan orang yang tidak dicintai.

Dalam peperangan tidak ada yang namanya kebaikan dan kejahatan, tidak ada peran protagonis dan antagonis. Semuanya absurd. Jadi jangan heran bila di awal cerita kita mempunyai idola protagonis dan membenci peran antagonis. Diakhir cerita semuanya itu bisa terbalik.

Patut diacungin jempol bahwa model penggarapan film ini mirip model Hollywood. Sebuah kisah yang ditampilkan dengan cara flashback dan beberapa teka-teki yang jawabannya ada di menit-menit terakhir film.

Tuesday, 10 January 2012

The Flying Swords of Dragon Gate



The Flying Swords of Dragon Gate

Film The Flying Swords of Dragon Gate konon kabarnya sebagai film silat pertama di Asia yang menggunakan teknik 3 Dimensi. Ya benar 3 Dimensi, sesuatu yang tak asing lagi dalam dunia perbioskopan terutama produksi Hollywood. Namun demikian merupakan sesuatu yang baru dalam produksi film silat.

Siapa yang tak kenal nama Jet li, seorang legendaris dalam film silat. Tidak hanya sebagai aktor tetapi dalam kehidupannya sendiri memang benar-benar menguasai ilmu silat. Menjadi juara 5 kali berturut-turut dari tahun 1974-1979 dalam kejuaraan Chinesse National Martial Arts Contest.

Tsui Hark adalah seorang sutradara dan produser yang sangat kreatif. Karya-karyanya selalu digandrungi dan ditunggu-tunggu oleh penonton. Sebagai contoh film kungfu master (once upon a time in China) yang pemainnya adalah Jet Li juga, menawarkan sesuatu yang baru baik teknik maupun jurus-jurus silatnya.

Jadi kalau digabungkan 3 Dimensi, Jet Li dan Tsui Hark pasti merupakan sesuatu yang menarik. Setidaknya merupakan jaminan mutu dalam kepuasan menonton.

Film dibuka dengan pemandangan pelabuhan laut beserta dengan kapal-kapal kayunya yang beraneka ragam bentuknya. Visual 3 Dimensi sangat bagus ditampilkan seolah-olah tiang-tiang kayu menabrak diri kita. Special efek cukup memukau dalam pertarungan-pertarungan silat dengan senjata yang berterbangan kesana kemari. Imajinasi kita terbawa serta dalam panggung pertarungan sepertinya kita ada ditengah-tengahnya.

Jet Li bermain dengan baik dalam pertarungan silatnya hanya saja dalam sesi drama tampak kurang cocok. Misalnya dalam adegan akhir saat diberitahu teman-temannya bahwa sang kekasih Lin Yangqiu dalam keadaan luka parah dan pergi meninggalkannya, Jet Li meratapi dan ingin mengejarnya. Seharusnya bisa lebih di dramatisir dan lebih melo, sayangnya wajah Jet Li tampak hambar dan tanpa ekspresi. Sehingga tidak bisa menguras air mata penonton.

Zhou Xun yang berperan sebagai Lin Yangqiu cukup baik dalam berperan. Pada saat meniup seruling yang mengingat akan sang kekasih tampak mata yang berair walaupun tidak sampai menetes. Dengan ekspresi raut wajah yang dingin seolah-olah menyimpan suatu misteri, sangat sesuai dengan karakternya.

Sayangnya tidak ada penjelasan mengenai kembarnya Yu Huatian (ketua biro barat) dan pisau angin. Apakah ada hubungan saudara atau tidak. Padahal digambarkan sangat persis bahkan bawahannya pun tidak bisa membedakan mana yang asli dan mana yang palsu.

Dalam perjalanan Lin Yangqiu dan Su Huirong menuju penginapan, tiba-tiba sudah mendapat perahu saat di sungai dan mendapat onta saat di gurun pasir. Tidak dijelaskan siapa yang memberi atau membeli. Namun itu bukanlah hal penting dan bisa diabaikan.

Sebuah kisah sederhana yang dikemas sedemikian rupa seolah-olah menjadi rumit namun justru menarik. Dan seperti pada film silat lainnya, ada nilai-nilai moral yang bisa dipetik. Ada kisah perselingkuhan, percintaan, kesetiaan, pengkhianatan yang diramu dengan baik. Sehingga penonton yang sudah pulangpun masih dapat mengingat dilubuk hati yang dalam. Apakah ada seri kedua nya ? Siapa tahu...