Java
Heat
-------------
Sebuah film
dengan pemain gado-gado antara Indonesia dan Amerika yang mengambil lokasi di
Yogyakarta dan disutradarai oleh Connor Allyn yang pernah menggarap film Merah
Putih, Darah Garuda dan Hati Merdeka. Film ini dibuat dengan biaya sebanyak $15
juta atau setara 145,5 miliar rupiah membuat film ini menjadi harapan besar
bagi calon penonton akan sebuah film berkualitas Hollywood. Namun harapan itu
belum bisa terpenuhi mengingat secara keseluruhan kualitasnya masih kurang.
Hollywood sendiri mengkategorikannya film ini sebagai budget film yang artinya film berbiaya rendah, tentu saja untuk
ukuran mereka.
Jake (Kellan
Lutz) mempunyai dendam pribadi kepada Malik (Mickey Rourke) yang merupakan
gembong pencurian benda-benda antik. Biasanya pencurian itu disertai dengan
ledakan bom agar tersamar modus sebenarnya. Secara kebetulan adik Jake menjadi
korban pada kejadian sebelumnya. Untuk itu dia menyusul ke Indonesia dengan
berpura-pura menjadi mahasiswa seni. Jake menjadi saksi saat terjadi ledakan di
Yogyakarta dan sang putri Sultan dianggap tewas padahal sebenarnya diculik oleh
kelompok Malik. Mayat yang mirip putri ditaruh disana.
Hasyim (Ario
Bayu) bertugas pada densus 88 yang menyelidiki peristiwa tersebut. Jake
membantu Hasyim walaupun pada awalnya sempat ada yang ditutup-tutupi. Namun mau
tak mau mereka harus bekerja sama karena mereka saling membutuhkan. Jake nyaris
dipulangkan kembali ke Amerika namun dibantu oleh Hasyim sedangkan Istri dan
anak-anak Hasyim disandera oleh Malik dan butuh informasi dari Jake.
Malik
bekerja sama dengan Ahmed, seorang teroris lokal yang diperkenalkan oleh Visier
(Tio Pakusadewo) yang merupakan sepupu Sultan. Rupa-rupanya Visier mengincar
tahta dan kedudukan Sultan. Malik menginginkan penebusan perhiasan kalung antik
kepada Sultan tetapi ternyata kalung yang asli sudah dijual untuk biaya berobat
Sultan.
Candi Borobudur
menjadi setting akhir cerita film ini. Sayangnya tidak ditampilkan kemegahan,
keagungan dan kebesaran Borobudur tersebut. Adegan akhir itu ditampilkan dalam
suasana gelap dan remang-remang serta sunyi. Padahal di halaman candi itu ada
suatu perayaan atau setidaknya bisa dikatakan suatu pesta rakyat yang ramai dan
hiruk pikuk serta lampion-lampion beterbangan di udara. Adegan puncak ini
seharusnya merupakan adegan klimaks yang menampilkan adegan seru pertarungan
dan ledakan-ledakan yang mencekam ala Hollywood. Tetapi semuanya itu tidak
hadir disini, pertarungannya biasa saja, tembak-menembak seperlunya saja dan
tidak ada bom-bom yang meledak.
Terlihat
sekali kualitas film ini masih memiliki rasa lokal dan bukan rasa Hollywood
sehingga jelas levelnya masih dibawah film Hollywood. Cara kameramen mengambil
gambar dan sudut pengambilannya masih banyak kekurangan. Kualitas kameranya
sendiri yang masih buram atau dengan kata lain kurang jernih cukup berpengaruh
untuk melihat detil obyek. Teknik editing yang masih banyak kedodoran bahkan
beberapa adegan kurang begitu mendukung dialog saat itu, misalnya saja pada
saat Jake di interogasi di kantor polisi dan flashbacknya. Bagian property
kurang cerdik, TV di dalam kantor polisi yang digunakan untuk melihat rekaman
cctv masih hitam putih dan bertipe jadul padahal ini sudah jaman modern dan
sudah seharusnya menggunakan TV berwarna.
Mickey
Rourke bermain biasa saja dan tidak terlihat istimewa. Mungkin karena produksi lokal
yang tidak bisa menunjukkan keistimewaan seorang Mickey Rourke. Kellan Lutz
bermain bagus dan menampilkan performanya dengan baik layaknya seorang bintang
Hollywood. Ario Bayu masih bermain kaku tapi setidaknya ada sedikit peningkatan
dibandingkan sebelumnya dalam film Dead Mine. Atikah Hasiholan bermain kaku,
mungkin karena perannya sedikit jadi tidak bisa menampilkan yang terbaik. Walaupun
pemain-pemain Hollywood ikut mendukung film ini namun tidak secara otomatis
mengupgrade kualitas pemain-pemain lokal.
Sayangnya
peran seorang Sultan dimainkan oleh orang berwajah bule atau barat yaitu Rudy
Wowor. Seharusnya dipilih orang yang berwajah Jawa atau lokal. Apalagi model
rambutnya gondrong dikuncir kuda terlihat bulenya. istana Sultan tidak
digambarkan dengan megah dan indah. Penampilan Sultan tidak glamour dan tidak
mewah sehingga tidak bisa menunjukkan kepada penonton bahwa dia adalah seorang Raja.
Banyak adegan
merokok dalam film ini yang seharusnya tidak perlu dilakukan karena memang
tidak ada unsur yang mendukung ceritanya. Hal yang positif adalah
memperkenalkan sesuatu yang berbau Indonesia yaitu becak, nasi goreng, bule, anak
mencium tangan orang tua dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment