Karya James Patterson
Review film-film yang sedang beredar di Indonesia. Resensi film. Sinopsis film. Info film.
Monday, 29 October 2012
Alex Cross
Alex Cross
----------------
Anda pasti masih ingat dengan film Kiss the Girls dengan bintangnya Morgan Freeman pada tahun 1997 dan Along Came a Spider dengan bintangnya yang sama pada tahun 2001. Kedua film tersebut diangkat dari cerita serial novel hasil karya James Patterson dengan karakter utama bernama Alex Cross. Masih tentang Alex Cross, dalam film seri ketiga menampilkan bintang Tyler Perry yang mengadopsi novel dengan judul Cross yang dicetak pada tahun 2006 hasil dari pengarang yang sama. Walaupun dalam film merupakan seri ketiga namun dalam serial novelnya sendiri merupakan seri kedua belas.
Alex Cross (Tyler Perry) adalah seorang detektif di kota detroit yang ditugaskan untuk menyelidiki kematian seorang gadis bernama Fan Yau (Stephanie Jacobsen) yang disiksa sebelum dibunuh beserta pengawal-pengawalnya. Tidak sekedar detektif melainkan juga seorang Doktor dalam bidang psikologi abnormal dan forensik. Dibantu oleh rekan kerjanya yang bernama Tommy (Edward Burns) dan Monica (Rachel Nichols) menemukan petunjuk bahwa sasaran berikutnya adalah seorang pengusaha bernama Erich Nunemacher (Werner Daehn). Cross dan kawan-kawan berhasil menggagalkan percobaan pembunuhan tersebut namun sayangnya sang pembunuh berhasil lolos. Sang pembunuh yang dipanggil dengan the butcher alias sang jagal memiliki kelainan sociophat yaitu melakukan tindakan kekerasan tanpa perasaan bersalah.
Karena merasa dihalangi oleh Cross dan kawan-kawannya maka the butcher (Matthew Fox) melakukan balas dendam dengan membunuh Monica dan Maria alias istri Cross. Sayangnya sang sutradara tidak menampilkan adegan pembunuhan dari Monica. Seandainya ditampilkan tentu akan menambah nilai dramatisasi dari alur yang dibangun.
Penyelidikan Cross membawanya ke seseorang bernama Mercier (Jean Reno) seorang pengusaha Prancis yang ingin membangun kota Detroit lebih modern. Jadi tujuan pembunuhan sebenarnya adalah Mercier sedangkan Fan Yau dan Nunemacher adalah sasaran perantara saja. Cross selalu ketinggalan langkahnya dengan the butcher dan pada akhirnya berhasil menembakkan roket dari sebuah kereta api yang sedang berjalan dengan sasarannya yaitu Mercier.
Akhirnya Cross mengetahui siapa dalang dari semua itu, tak lain adalah Mercier sendiri. Mercier mengalami ekonomi yang sulit maka dia merencanakan untuk memalsukan kematiannya sendiri agar bisa hidup diluar negeri. Lalu Cross tahu dari mana ? Dia tahu dari mayat korban roket yang tidak memakai cincin kebangaan padahal Mercier yang asli selalu membanggakan cincin pemberian raja Kamboja tersebut. The butcher disewa untuk melakukan pembunuhan tersebut sekedar untuk menutupi jejaknya sehingga tidak ada saksi yang tahu.
Tyler bermain standard saja dan dengan tubuhnya yang gemuk terlihat kurang energik dan kurang cekatan walaupun sutradara berusaha keras untuk menutupi agar terlihat atletis dan gesit. Matthew bermain cukup baik dalam memerankan sociophat dengan gerak-gerik kepala dan mata seperti orang yang kena penyakit syaraf. Ekspresi diri sebagai pembunuh bayaran dan pandai bertarung dapat dilakukannya dengan baik.
Sosok Alex Cross tampak berbeda dengan novelnya yang digambarkan memiliki tubuh yang atletis, dalam film Tyler Perry terlihat gemuk. Dalam adegan akhir, perkelahiannya terlihat kurang jelas hal ini mungkin merupakan salah satu cara untuk menyembunyikan dari kekurangan yang ada pada Tyler. Penggunaan kamera bergoyang makin menambah asumsi tersebut sehingga gambar tidak detail dan tidak fokus pada obyek. Sang pembunuh bayaran di dalam novelnya adalah bernama Michael Sullivan namun dalam film tidak disebut namanya, kalaupun disebut yaitu dengan the butcher atau kadangkala picasso.
Kelebihan dalam film ini adalah pengambilan gambar ada yang dilakukan di Indonesia disertai dengan pemain figuran dari Indonesia juga. Pada bagian akhir diceritakan bahwa Mercier melarikan diri ke Indonesia tepatnya di kota Bali sekaligus beserta kekayaannya. Bahasa yang digunakan para figuranpun adalah bahasa Indonesia. Penulis cukup bangga dengan hal itu namun sayangnya keindahan Bali tidak tampak di film ini. Yang penting bagi sutradara adalah Bali atau Indonesia dikenal sebagai negara yang menghukum mati pengedar narkoba dan salah satunya adalah Mercier yang ditangkap karena narkoba.
Tuesday, 23 October 2012
Looper
Looper
----------
Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka Looper berarti orang yang dikirim dari masa yang akan datang ke masa kini melalui mesin pelompat waktu. Namun juga berarti nama sebuah organisasi pembunuh bayaran dan tugasnya untuk membunuh para penjahat yang dikirim dari masa depan. Meskipun sudah banyak film yang mengangkat tema mesin perjalanan waktu namun film ini menyajikannya dengan cerita yang berbeda.
Cerita berlatar belakang tahun 2044 dimana ada jurang antara yang miskin dan kaya. Joe (Joseph Gordon Levitt) seorang yang tampan namun mempunyai pekerjaan sebagai anggota pembunuh bayaran dari kelompok Looper. Kelompok ini bekerja sama dengan kelompok lain di masa depan tepatnya tahun 2074. Kelompok masa depan akan mengirim orang untuk dibunuh oleh Looper di tahun 2044 dengan bayaran perak atau emas batangan. Saat kecil, Joe merupakan bagian dari kaum miskin yang direkrut oleh sang boss untuk dididik menjadi seorang pembunuh bayaran.
Joe secara tidak terduga menemukan fakta bahwa calon korban yang hendak dibunuh adalah dirinya sendiri yang tua (Bruce Willis). Kebingungan antara mau menembak atau tidak sempat merasuki pikirannya. Sebenarnya hal yang mirip sudah terjadi sebelumnya terhadap temannya yang bernama Seth (Paul Dano) sehingga dia memutuskan untuk tidak menembak dirinya sendiri yang tua. Namun hal itu diketahui oleh sang boss sehingga membuatnya marah. Tak ayal lagi Seth muda dan Seth tua diburu dan dikejar. Faktanya, jika tubuh Seth muda dilukai maka berdampak yang sama pada tubuh Seth tua.
Informasi yang di dapat dari Seth tua adalah di masa depan kelompok Looper dipimpin oleh seseorang bernama The Rainmaker yang sangat kejam dan sadis. Dialah yang mengirim Seth tua ke masa sekarang untuk dibunuh. Ternyata Joe tua juga mengatakan hal yang sama. Dan misi Joe tua adalah mencari The Rainmaker yang pada masa sekarang ini masih berusia anak kecil yang bernama Cid (Pierce Gagnon). Rupa-rupanya Cid memiliki kekuatan telekinesis yang dahsyat yang dapat menggerakkan benda-benda dan menghancurkannya tanpa menyentuhnya.
Terjadi perburuan segitiga yang seru. Joe tua memburu Cid untuk membunuhnya agar tidak ada The Rainmaker di masa depan. Joe muda memburu Joe tua untuk melindungi Cid yang masih anak-anak dengan harapan ibunya dapat membimbing dan mengarahkannya sehingga tidak menjadi The Rainmaker. Kelompok Looper memburu Joe muda sebagai hukuman karena telah mengacaukan segalanya dan memburu Joe tua karena telah lolos ke dunia masa sekarang.
Siapakah yang menang ? Suatu ending yang cukup baik yang mungkin tidak disangka-sangka oleh penonton. Sebuah aksi laga yang dibumbui dengan drama tanpa terasa membuat penonton terkesima.
Hampir semua pemain dapat bermain dengan bagus terutama Pierce Gagnon. Walaupun masih kecil, dia dapat memerankan anak yang lugu, pintar dan marah dengan ekspresi wajah yang sesuai.
Monday, 22 October 2012
Puisi : The Raven
The Raven
by
Edgar Allan Poe
Once upon a midnight dreary, while I pondered, weak and weary,
Over many a quaint and curious volume of forgotten lore--
While I nodded, nearly napping, suddenly there came a tapping,
As of some one gently rapping, rapping at my chamber door.
"'Tis some visitor," I muttered, "tapping at my chamber door--
Only this and nothing more."
Ah, distinctly I remember it was in the bleak December,
And each separate dying ember wrought its ghost upon the floor.
Eagerly I wished the morrow;--vainly I had sought to borrow
From my books surcease of sorrow--sorrow for the lost Lenore--
For the rare and radiant maiden whom the angels name Lenore--
Nameless here for evermore.
And the silken sad uncertain rustling of each purple curtain
Thrilled me--filled me with fantastic terrors never felt before;
So that now, to still the beating of my heart, I stood repeating
"'Tis some visiter entreating entrance at my chamber door--
Some late visiter entreating entrance at my chamber door;
This it is and nothing more."
Presently my soul grew stronger; hesitating then no longer,
"Sir," said I, "or Madam, truly your forgiveness I implore;
But the fact is I was napping, and so gently you came rapping,
And so faintly you came tapping, tapping at my chamber door,
That I scarce was sure I heard you"--here I opened wide the door--
Darkness there and nothing more.
Deep into that darkness peering, long I stood there wondering, fearing,
Doubting, dreaming dreams no mortals ever dared to dream before;
But the silence was unbroken, and the stillness gave no token,
And the only word there spoken was the whispered word, "Lenore?"
This I whispered, and an echo murmured back the word, "Lenore!"--
Merely this and nothing more.
Back into the chamber turning, all my soul within me burning,
Soon again I heard a tapping something louder than before.
"Surely," said I, "surely that is something at my window lattice;
Let me see, then, what thereat is and this mystery explore--
Let my heart be still a moment and this mystery explore;--
'Tis the wind and nothing more.
Open here I flung the shutter, when, with many a flirt and flutter,
In there stepped a stately Raven of the saintly days of yore.
Not the least obeisance made he; not a minute stopped or stayed he,
But, with mien of lord or lady, perched above my chamber door--
Perched upon a bust of Pallas just above my chamber door--
Perched, and sat, and nothing more.
Then the ebony bird beguiling my sad fancy into smiling,
By the grave and stern decorum of the countenance it wore,
"Though thy crest be shorn and shaven, thou," I said, "art sure no craven,
Ghastly grim and ancient Raven wandering from the Nightly shore--
Tell me what thy lordly name is on the Night's Plutonian shore!"
Quoth the Raven, "Nevermore."
Much I marvelled this ungainly fowl to hear discourse so plainly,
Though its answer little meaning--little relevancy bore;
For we cannot help agreeing that no living human being
Ever yet was blessed with seeing bird above his chamber door--
Bird or beast upon the sculptured bust above his chamber door,
With such name as "Nevermore."
But the Raven, sitting lonely on that placid bust, spoke only
That one word, as if its soul in that one word he did outpour
Nothing farther then he uttered; not a feather then he fluttered--
Till I scarcely more than muttered: "Other friends have flown before--
On the morrow _he_ will leave me, as my Hopes have flown before."
Then the bird said "Nevermore."
Startled at the stillness broken by reply so aptly spoken,
"Doubtless," said I, "what it utters is its only stock and store,
Caught from some unhappy master whom unmerciful Disaster
Followed fast and followed faster till his songs one burden bore--
Till the dirges of his Hope that melancholy burden bore
Of 'Never--nevermore.'"
But the Raven still beguiling all my sad soul into smiling,
Straight I wheeled a cushioned seat in front of bird and bust and door;
Then, upon the velvet sinking, I betook myself to linking
Fancy unto fancy, thinking what this ominous bird of yore--
What this grim, ungainly, ghastly, gaunt, and ominous bird of yore
Meant in croaking "Nevermore."
This I sat engaged in guessing, but no syllable expressing
To the fowl whose fiery eyes now burned into my bosom's core;
This and more I sat divining, with my head at ease reclining
On the cushion's velvet lining that the lamp-light gloated o'er,
But whose velvet violet lining with the lamp-light gloating o'er
_She_ shall press, ah, nevermore!
Then, methought, the air grew denser, perfumed from an unseen censer
Swung by Seraphim whose foot-falls tinkled on the tufted floor.
"Wretch," I cried, "thy God hath lent thee--by these angels he hath sent thee
Respite--respite and nepenthe from thy memories of Lenore!
Quaff, oh quaff this kind nepenthe and forget this lost Lenore!"
Quoth the Raven, "Nevermore."
"Prophet!" said I, "thing of evil!--prophet still, if bird or devil!--
Whether Tempter sent, or whether tempest tossed thee here ashore,
Desolate, yet all undaunted, on this desert land enchanted--
On this home by Horror haunted--tell me truly, I implore--
Is there--_is_ there balm in Gilead?--tell me--tell me, I implore!"
Quoth the Raven, "Nevermore."
"Prophet!" said I, "thing of evil!--prophet still, if bird or devil!
By that Heaven that bends above us--by that God we both adore--
Tell this soul with sorrow laden if, within the distant Aidenn,
It shall clasp a sainted maiden whom the angels name Lenore--
Clasp a rare and radiant maiden whom the angels name Lenore."
Quoth the Raven, "Nevermore."
"Be that our sign of parting, bird or fiend!" I shrieked, upstarting--
"Get thee back into the tempest and the Night's Plutonian shore!
Leave no black plume as a token of that lie thy soul has spoken!
Leave my loneliness unbroken!--quit the bust above my door!
Take thy beak from out my heart, and take thy form from off my door!"
Quoth the Raven, "Nevermore."
And the Raven, never flitting, still is sitting, still is sitting
On the pallid bust of Pallas just above my chamber door;
And his eyes have all the seeming of a demon's that is dreaming
And the lamp-light o'er him streaming throws his shadows on the floor;
And my soul from out that shadow that lies floating on the floor
Shall be lifted--nevermore!
sumber : www.gutenberg.net
by
Edgar Allan Poe
Once upon a midnight dreary, while I pondered, weak and weary,
Over many a quaint and curious volume of forgotten lore--
While I nodded, nearly napping, suddenly there came a tapping,
As of some one gently rapping, rapping at my chamber door.
"'Tis some visitor," I muttered, "tapping at my chamber door--
Only this and nothing more."
Ah, distinctly I remember it was in the bleak December,
And each separate dying ember wrought its ghost upon the floor.
Eagerly I wished the morrow;--vainly I had sought to borrow
From my books surcease of sorrow--sorrow for the lost Lenore--
For the rare and radiant maiden whom the angels name Lenore--
Nameless here for evermore.
And the silken sad uncertain rustling of each purple curtain
Thrilled me--filled me with fantastic terrors never felt before;
So that now, to still the beating of my heart, I stood repeating
"'Tis some visiter entreating entrance at my chamber door--
Some late visiter entreating entrance at my chamber door;
This it is and nothing more."
Presently my soul grew stronger; hesitating then no longer,
"Sir," said I, "or Madam, truly your forgiveness I implore;
But the fact is I was napping, and so gently you came rapping,
And so faintly you came tapping, tapping at my chamber door,
That I scarce was sure I heard you"--here I opened wide the door--
Darkness there and nothing more.
Deep into that darkness peering, long I stood there wondering, fearing,
Doubting, dreaming dreams no mortals ever dared to dream before;
But the silence was unbroken, and the stillness gave no token,
And the only word there spoken was the whispered word, "Lenore?"
This I whispered, and an echo murmured back the word, "Lenore!"--
Merely this and nothing more.
Back into the chamber turning, all my soul within me burning,
Soon again I heard a tapping something louder than before.
"Surely," said I, "surely that is something at my window lattice;
Let me see, then, what thereat is and this mystery explore--
Let my heart be still a moment and this mystery explore;--
'Tis the wind and nothing more.
Open here I flung the shutter, when, with many a flirt and flutter,
In there stepped a stately Raven of the saintly days of yore.
Not the least obeisance made he; not a minute stopped or stayed he,
But, with mien of lord or lady, perched above my chamber door--
Perched upon a bust of Pallas just above my chamber door--
Perched, and sat, and nothing more.
Then the ebony bird beguiling my sad fancy into smiling,
By the grave and stern decorum of the countenance it wore,
"Though thy crest be shorn and shaven, thou," I said, "art sure no craven,
Ghastly grim and ancient Raven wandering from the Nightly shore--
Tell me what thy lordly name is on the Night's Plutonian shore!"
Quoth the Raven, "Nevermore."
Much I marvelled this ungainly fowl to hear discourse so plainly,
Though its answer little meaning--little relevancy bore;
For we cannot help agreeing that no living human being
Ever yet was blessed with seeing bird above his chamber door--
Bird or beast upon the sculptured bust above his chamber door,
With such name as "Nevermore."
But the Raven, sitting lonely on that placid bust, spoke only
That one word, as if its soul in that one word he did outpour
Nothing farther then he uttered; not a feather then he fluttered--
Till I scarcely more than muttered: "Other friends have flown before--
On the morrow _he_ will leave me, as my Hopes have flown before."
Then the bird said "Nevermore."
Startled at the stillness broken by reply so aptly spoken,
"Doubtless," said I, "what it utters is its only stock and store,
Caught from some unhappy master whom unmerciful Disaster
Followed fast and followed faster till his songs one burden bore--
Till the dirges of his Hope that melancholy burden bore
Of 'Never--nevermore.'"
But the Raven still beguiling all my sad soul into smiling,
Straight I wheeled a cushioned seat in front of bird and bust and door;
Then, upon the velvet sinking, I betook myself to linking
Fancy unto fancy, thinking what this ominous bird of yore--
What this grim, ungainly, ghastly, gaunt, and ominous bird of yore
Meant in croaking "Nevermore."
This I sat engaged in guessing, but no syllable expressing
To the fowl whose fiery eyes now burned into my bosom's core;
This and more I sat divining, with my head at ease reclining
On the cushion's velvet lining that the lamp-light gloated o'er,
But whose velvet violet lining with the lamp-light gloating o'er
_She_ shall press, ah, nevermore!
Then, methought, the air grew denser, perfumed from an unseen censer
Swung by Seraphim whose foot-falls tinkled on the tufted floor.
"Wretch," I cried, "thy God hath lent thee--by these angels he hath sent thee
Respite--respite and nepenthe from thy memories of Lenore!
Quaff, oh quaff this kind nepenthe and forget this lost Lenore!"
Quoth the Raven, "Nevermore."
"Prophet!" said I, "thing of evil!--prophet still, if bird or devil!--
Whether Tempter sent, or whether tempest tossed thee here ashore,
Desolate, yet all undaunted, on this desert land enchanted--
On this home by Horror haunted--tell me truly, I implore--
Is there--_is_ there balm in Gilead?--tell me--tell me, I implore!"
Quoth the Raven, "Nevermore."
"Prophet!" said I, "thing of evil!--prophet still, if bird or devil!
By that Heaven that bends above us--by that God we both adore--
Tell this soul with sorrow laden if, within the distant Aidenn,
It shall clasp a sainted maiden whom the angels name Lenore--
Clasp a rare and radiant maiden whom the angels name Lenore."
Quoth the Raven, "Nevermore."
"Be that our sign of parting, bird or fiend!" I shrieked, upstarting--
"Get thee back into the tempest and the Night's Plutonian shore!
Leave no black plume as a token of that lie thy soul has spoken!
Leave my loneliness unbroken!--quit the bust above my door!
Take thy beak from out my heart, and take thy form from off my door!"
Quoth the Raven, "Nevermore."
And the Raven, never flitting, still is sitting, still is sitting
On the pallid bust of Pallas just above my chamber door;
And his eyes have all the seeming of a demon's that is dreaming
And the lamp-light o'er him streaming throws his shadows on the floor;
And my soul from out that shadow that lies floating on the floor
Shall be lifted--nevermore!
sumber : www.gutenberg.net
The Raven
The Raven
---------------
Film ini berbicara mengenai seseorang yang bernama Edgar Allan Poe seorang penulis puisi dan buku dari Amerika. Dia lahir pada tahun 1809 dan meninggal pada usia 40 tahun, suatu ukuran yang bisa dikatakan masih muda. Tidak jelas penyebab kematiannya. Ada yang mengatakan karena konsumsi alkohol, ada juga karena obat-obatan dan orang lain mengatakan sakit jantung bahkan yang lebih ekstrim lagi mengatakan bunuh diri.
Mungkin karena hal diatas maka dibuatlah film yang berjudul The Raven ini yang sebenarnya merupakan sebuah fiksi. Yang juga kebetulan adalah judul film ini sama dengan judul puisi yang pernah diciptakannya.
Film ini diawali dengan sebuah tulisan pembuka yaitu ”Pada 7 Oktober 1849 Edgar Allan Poe ditemukan hampir mati di bangku taman Baltimore, Maryland”. Selanjutnya cerita mengalir secara flashback. Terjadi suatu peristiwa pembunuhan di dalam sebuah rumah dengan korbannya seorang ibu dan anak perempuannya secara sadis. Detektif Fields (Luke Evans) yang menyelidiki kasus itu menemukan bahwa ciri-ciri korban serta alat buktinya mirip dengan buku Tales of the crotesque and arabesque karya Edgar Allan Poe (John Cusack). Tuduhanpun mengarah ke Poe dan akhirnya di interogasi. Namun tidak ada bukti kuat bahwa Poe adalah pelakunya.
Korban-korban terus berjatuhan dan situasi kondisinya mirip dengan yang ada dalam buku-buku hasil karya Poe. Buku-buku tersebut merupakan kumpulan cerita yang pernah ditulis pada koran lokal disana. Sayangnya akhir-akhir ini kreatifitas Poe dalam menulis mandeg dan sempat kesulitan keuangan karena tidak ada tulisan yang dimuat dalam koran.
Detektif Fields sadar bahwa bukan Poe pelakunya tetapi orang lain yang meniru dari cerita dalam buku. Untuk itu dia meminta Poe membantunya menyelidiki rentetan peristiwa pembunuhan tersebut. Sayangnya korban terbaru adalah pacarnya sendiri yang bernama Emily (Alice Eve), anak dari seorang kapten perwira yang tidak setuju akan hubungan itu. Hal ini membuat Poe frustasi dan kecewa berat. Untungnya Emily hanya diculik dan tidak dibunuh namun tantangan dari sang penculik kepada Poe bisa membuat Emily tewas. Poe akhirnya menyerah dengan rela bersedia menukar nyawanya dengan Emily.
Siapakah sebenarnya pelaku rentetan pembunuhan tersebut ? jawabannya tak lain adalah asistennya sendiri yang bernama Ivan Reynolds (Sam Hazeldine) yang biasanya mengetikkan naskah yang akan dimuat pada koran.
Kekurangan dalam film ini adalah ketika penunggang kuda dengan mudahnya datang ke pesta kapten perwira padahal penjagaan ketat dilakukan baik di luar maupun di dalam ruangan. Juga ketika Poe diracun maka sudah tampak lemah dan lemas namun kemudian digambarkan kembali kuat, bisa mendorong meja dan menghancurkan lantai kayu serta berjalan jauh sampai ke taman. Seharusnya hal itu tidak bisa dilakukan karena efek dari racun semakin lama akan semakin parah.
Sebagai sebuah film yang penuh dengan teka-teki ala Afred Hitchcock cukup membuat orang untuk berpikir dan menebak. Lumayan juga otak bekerja.
Dredd
Dredd
---------
Sebuah nama yang sudah tidak asing lagi bagi penonton film karena nama tersebut pernah dirilis pada tahun 1995 dengan judul Judge Dredd dengan pemainnya yaitu Sylvester Stallone. Karakter Judge Dredd sendiri merupakan komik Inggris hasil karya dari John Wagner dan Carlos Ezquerra yang dimuat dalam majalah 2000 AD sejak tahun 1977. Sebuah majalah film di Inggris yang bertitle Empire pada tahun 2011 menobatkannya sebagai karakter komik terbesar rangking tujuh. Sekarang ini dibuat versi barunya dengan judul Dredd yang dibintangi oleh Karl Urban.
Jabatan Judge adalah seseorang yang mempunyai wewenang sebagai polisi, jaksa, hakim dan sekaligus pengeksekusi. Untuk menjadi seorang Judge harus melalui berbagai tes sampai berhasil lulus. Judge Dredd mendapat tugas mendampingi dan menilai seorang calon judge wanita yang bernama Anderson (Olivia Thirlby). Sebenarnya Anderson memiliki nilai tes yang rendah alias dibawah standard namun memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain yaitu dapat membaca pikiran orang lain alias cenayang atau dengan bahasa ilmiahnya adalah mutan.
Pada hari pertama tugas mereka dihadapkan dengan pengusutan tentang kematian tiga orang yang jatuh dari ketinggian di sebuah gedung bernama Peach Trees. Setelah diamati ternyata mereka dikuliti tubuhnya sebelum jatuh dan mengonsumsi narkoba jenis baru yaitu Slo-mo. Judge Dredd merasa tertantang untuk mengusut kasus tersebut karena tidak ada yang berani mengusut sebelumnya.
Penyelidikan membawa mereka kepada seorang wanita yang bernama Ma-Ma (Lena Headey) yang merupakan pimpinan geng di gedung Peach Trees yang berlantai 200. Dia dulunya adalah seorang pelacur dan kini menjadi boss narkoba jenis Slo-mo. Dia dan gengnya menguasai seluruh lantai sehingga semua orang yang tinggal disana takut dengannya. Ma-Ma berhasil mengisolasi dan menutup gedung tsb sehingga Judge Dredd dan Anderson tidak bisa keluar. Sebaliknya pasukan penolongpun tidak bisa masuk. Pertempuran dan tembak-menembakpun terjadi dilorong-lorong gedung. Ma-Ma meminta bantuan judge lainnya yang disogok dengan uang. Perangpun semakin seru.
Kekurangan dari film ini adalah ketika seorang pengemis tergencet oleh pintu gerbang dan tampak berserakan tubuhnya. Namun berikutnya pada saat Judge lainnya datang melewati maka gerbang tampak bersih. Film ini juga mempunyai kemiripan dengan film The Raid Redemption yaitu ada background gedung bertingkat dan lorong-lorong serta monitor-monitornya juga seorang boss yang mengendalikan gedung. Perbedaannya kalau disini penuh dengan tembak-menembak sedangkan The Raid masih ada adegan perkelahian tangan kosongnya.
Kelebihannya adalah adegan slow motion saat menggunakan narkoba Slo-mo dapat ditampilkan dengan baik. Ekspresi wajah dan perubahan warna kulit yang berkilau cukup bagus digambarkan.
Sayangnya sosok Judge Dredd tidak pernah memperlihatkan wajahnya yang selalu tertutup dengan topeng. Sebaiknya ditampilkan sekali sudah cukup misalnya diakhir film dengan membuka topengnya sehingga lebih humanis. Demikian juga sosok Anderson yang kuat dan punya kelebihan ternyata dengan gampang dikalahkan oleh Kay (Wood Harris). Walaupun demikian film ini cukup menghibur dengan aksi tembak menembaknya.
Monday, 15 October 2012
Bunraku
Bunraku
------------
Sebuah film yang mempunyai konsep panggung untuk latar belakangnya ditambah dengan animasi komik dalam menjelaskan tokoh-tokohnya. Dibuat pada tahun 2010 dan baru beredar di Indonesia pada tahun 2012 ini. Walaupun buatan Amerika namun judulnya tampak asing bagi penonton. Benar, Bunraku mengacu pada bahasa Jepang yang memiliki arti sandiwara boneka tradisional jepang. Tak ayal lagi pada adegan pembuka ditampilkan adegan origami kecoak dan siput yang sedang berkelahi juga ikan dan anjing yang dijalankan dengan tangan. Setidaknya hal tersebut ingin menunjukkan sesuatu yang mirip dengan boneka.
Pada awalnya manusia berkelahi dengan benda tumpul misalnya pentungan kayu. Berikutnya pentungan kayu dikalahkan oleh kapak. Kapak dapat dikalahkan oleh tombak. Selanjutnya tombak dapat dikalahkan oleh pedang. Pedangpun dapat dikalahkan oleh senapan kecil. Senapan kecil dapat dikalahkan oleh senapan besar. Senapan besar dapat dikalahkan oleh senapan otomatis. Dan senjata otomatispun dikalahkan oleh bom nuklir. Intinya adalah tidak ada kemenangan abadi dan suatu saat pasti akan kalah oleh yang lainnya.
Suatu daerah antah berantah dikuasai oleh Nicola (Ron Perlman) yang mempunyai banyak anak buah dengan keahlian membunuh. Belum ada satupun yang dapat mengalahkannya sehingga membuat takut warga daerah tersebut. Penggunaan senjata api adalah dilarang sehingga kebanyakan orang menggunakan pedang. Suatu hari datanglah dua orang asing yang sebelumnya tidak saling mengenal ke daerah itu yaitu Drifter (Josh Hartnet)t dan Yoshi (Gackt Camui).
Josh adalah seorang pengembara yang mempunyai keahlian bermain kartu sedangkan Yoshi adalah orang Jepang yang mengunjungi pamannya yang berbisnis restoran. Keduanya memiliki misi yang sama yaitu menegakkan keadilan. Keduanya dibantu oleh seorang bartender (Woody Harellson). Tidak mudah untuk mengalahkan Nicola karena dilindungi oleh pembunuh yang disebut sebagai killer no.1, no.2, no.3 dst. Namun yang namanya under dog alias tak diperhitungkan bisa saja mengalahkan Nicola sang pemimpin.
Hampir secara keseluruhan setting background bukan berupa bangunan real melainkan semacam animasi atau studio. Warna-warni cerah melingkupi disemua gambar yang ada di film. Entahlah film ini bisa dikatakan sebagai serius atau tidak, tergantung dari penontonnya sendiri. Sedangkan bagi penulis, ini adalah film main-main seperti sebuah “bunraku” alias sandiwara boneka.
Thursday, 11 October 2012
Taken 2
Taken 2
------------
Film ini merupakan kelanjutan dari film berjudul Taken yang dirilis pada tahun 2008 dengan bintang yang sama yaitu Liam Neeson sebagai Bryan dan Maggie Grace sebagai Kim. Penulis skenarionya juga masih sama yaitu Luc Besson dan Robert Mark Kamen namun untuk posisi sutradara kali ini diduduki oleh Olivier Megaton yang menggantikan Pierre Morel. Taken 2 berhasil mencetak box office di Amerika Serikat dengan pendapatan sebesar $50 juta pada awal bulan Oktober.
Setidaknya kita harus mengingat sedikit mengenai film seri pertamanya yaitu sang ayah, Bryan menyelamatkan anak gadisnya yang bernama Kim dari penculikan yang dilakukan oleh suatu jaringan penjual gadis-gadis untuk dilacurkan. Tak bisa dipungkiri bahwa ada korban bagi pihak lawan. Pada seri kedua ini, keluarga dari para jaringan yang berasal dari Albania melakukan balas dendam terhadap Bryan. Jadi bila pada seri pertama yang menjadi sasaran penculikan adalah putrinya maka pada seri kedua ini yang menjadi sasaran penculikan adalah Bryan. Dia dianggap bertanggung jawab terhadap tewasnya keluarga mereka.
Bryan yang sedang melakukan perjalanan dinas ke Istambul mengajak serta Lenore yaitu mantan istrinya dan anaknya sekaligus untuk berlibur. Tak disangka Bryan dan Lenore diculik oleh sekelompok orang dari Albania yang dipimpin oleh Murad (Rade Serbedzija). Untungnya Kim yang tidak ikut bepergian terhindar dari aksi penculikan tersebut. Walaupun dia sendiri sempat dicari-cari di dalam hotel namun berhasil sembunyi.
Rupanya Murad dan anak buahnya terlalu meremehkan Bryan padahal dia adalah pensiunan agen CIA yang tentu saja mempunyai keahlian khusus. Strategi dan cara untuk survive dapat dilakukan dengan baik bahkan kecerdikan dan ketelitiannya dapat menuntun Kim untuk menemukan tempat penahanannya. Suara kapal di pelabuhan, suara orang bermain biola dan suara burung-burung bisa dipakai sebagai patokan oleh Bryan.
Kelebihan dari film ini adalah cerita disajikan dengan “lurus” tanpa adanya persepsi ganda atau teka-teki yang tak terjawab. Semuanya berjalan dengan lancar dan happy ending. Ketiga personil tersebut dapat memerankan aktingnya dengan baik.
Kekurangan dalam film ini adalah ketika Lenore digorok nadinya di leher dan diperkirakan dalam waktu 30 menit akan mati karena darah yang mengalir terus menerus. Dalam adegan selanjutnya tidak tampak goresan pisau dileher tsb. Sampai jangka waktu yang lama darah tidak habis dan masih hidup padahal tidak diobati, seharusnya sudah mati karena darah mengalir terus selama berjam-jam.
Film ini ingin mengatakan bahwa balas dendam tidak akan ada berhentinya. Bila pihak yang satu kalah maka keluarganya akan balas dendam demikian juga bila pihak kedua yang kalah maka keturunannya akan balas dendam. Untuk itu dalam dialognya ada perkataan ”saya lelah dengan semua ini”. Film ini cukup menghibur dari segi action dan alur ceritanya.
Wednesday, 10 October 2012
Premium Rush
Premium Rush
---------------------
Sebuah film dengan tema sederhana namun unik dengan model penggarapan yang menarik yaitu mengenai dunia kurir atau pengantaran barang dan dokumen. Tidak hanya itu saja, dalam keramaian dan kemacetan lalu lintas kota New York, sang kurir menggunakan sepeda untuk mencapai tujuannya. Sayangnya di Indonesia masih belum ada kurir yang menggunakan sepeda dan pada umumnya masih menggunakan sepeda motor.
Dibintangi oleh Joseph Gordon Levitt yang berperan sebagai Wilee, seorang kurir yang menggunakan sepeda tanpa rem dan tanpa multi gear. Wilee menerima order pengiriman sebuah amplop dari Nima (Jamie Chung) untuk dikirim kepada sister Chen sebelum jam 19:00 malam sudah harus sampai. Amplop ini berisi tiket atau kode yang bisa dipakai sebagai ganti uang tunai bagi siapapun yang memilikinya. Sebenarnya tiket ini adalah pembayaran Nima kepada kelompok snake head untuk memasukkan anaknya dari China menuju Amerika. Amplop ini ingin direbut oleh Bobby (Michael Shannon) yang ternyata adalah seorang polisi yang mempunyai perilaku buruk. Dia memiliki hobi judi dan mempunyai hutang banyak kepada rentenir.
Film ini dibuat dengan cara multiple flashback yaitu menceritakan kejadian sebelumnya dengan lebih dari satu kali. Flashback pertama mengisahkan kejadian dari sudut pandang Wilee yaitu saat menerima order pengiriman amplop sampai mengalami kecelakaan. Flashback kedua menceritakan kejadian dari sudut pandang Bobby yaitu permainan judinya sampai usahanya merebut amplop. Flashback ketiga menjelaskan kejadian dari sudut pandang Nima yaitu mulai dari menyetor uang sampai dianiaya Bobby.
Kelebihan dalam film ini adalah proses penyajian gambar yang digabungkan dengan animasi. Pencarian rute jalan mirip dengan google map, yang semula berbentuk grafis lalu berubah menjadi gedung-gedung real. Dalam suasana macet atau crowded maka diperlukan kepiawaian dalam mengarahkan sepedanya dan bila perlu melewati trotoar. Kondisi tersebut digambarkan dengan pengambilan keputusan dari berbagai alternatif arah yang ada. Misalnya kalau lewat kiri hasilnya nanti seperti apa, kalau lewat kanan hasilnya bagaimana, kalau lewat tengah mungkin menabrak orang.
Aksi kejar-mengejar dan balap-membalap ditengah hiruk pikuknya kota New York dengan gedung-gedungnya yang tinggi cukup bagus. Pengambilan gambar terlihat alami dan menyatu dengan kondisi lalu lintas yang ada dan masyarakat sekitarnya. Coba bandingkan bila syuting dilakukan di Indonesia maka banyak orang yang bergerombol dan “menonton” sehingga kesannya tidak alami. Dalam film ini ada kejadian flash mob nya yaitu berkumpulnya para kurir sepeda yang jumlahnya banyak untuk membantu Wilee.
Sayangnya dalam adegan bersepeda tidak ada yang menunjukkan atraksi dan akrobatik sepeda itu sendiri. Eksplorasi yang lebih pada seni bersepeda kurang digarap. Seandainya ada, tentu akan menambah nilai pada film ini.
Film ini adalah bukan sebuah film komedi tetapi bisa membuat anda tertawa-tawa. Film ini juga bukan sebuah film serius tetapi bisa membuat anda berpikir bak sebuah teka-teki. Film ini diolah dengan ringan dan sederhana sehingga tidak memberatkan pikiran penonton, justru semakin menghibur.
Subscribe to:
Posts (Atom)